Tahun 2011
yang lalu. Saya diundang mengisi kegiatan out
door activity kepada jamaah pengajian sebuah yayasan dari Bekasi.
Pesertanya Ustazah-usatazah yang memberi kajian serta pengurus jamaah.
Setelah
mengetahui pesertanya para Uztazah. Dalam diri saya ada yang berbisik, “Could they enjoy the game?”. Lantaran
sudah menyanggupi undangan acara ini, saya tidak bisa mundur, apalagi menolaknya. Kecuali, the show must go on.
Kegiatan
ini menguji kreatifitas saya menyesuaikan cara penyampaian dan games saya
mainkan dengan para peserta. Seperti yang biasanya tepuk tangan, saya ganti
dengan “Takbir”. Alhamdulillah, proses 2 jam cukup menyenangkan dan
menegangkan. Walaupun di tonton oleh banyak pengunjung. Sebab acaranya di
sebuah tempat wisata di Puncak.
Selesai
acara, pas sesi makan siang. Suami ketua pengurus jamaah menghampiri saya.
Sebut saja nama beliau ustaz Syafaat.
Ustaz; “Mas Rahmad semenjak kapan menjadi trainer?”
Saya;
“Alhamdulillah tahun 2007. Secara profesional (dibayar) tahun 2009”.
Ustaz;
“Sekarang antum sama siapa saja”.
Saya :”
Sendiri ustaz, simatupang...he..he...paling jadi asociate saja”.
Ustaz; “Kalau
dari antum sendiri tidak membuat lembaga kerjasam bersama teman-teman antum”.
Saya;
“Belum ustaz. Saat ini masih sendiri”.
Ustaz;
“Nilai berjamaah dalam diri antum masih kurang”.
Saya;
“Maksudnya ustaz”.
Ustaz;
“Kelemahan umat Islam hari ini, karena ingin berhasil sendiri. Nilai
kebersamaan bahkan sukses berjmaahnya kurang. Padahal, Rasul dan shahabat
mencontohkan mengerjakan amal jama’i secara berjamaah”.
Kemudian
beliau melanjutkan.
Ustaz: “Mas
Rahmad, Dakwah itu tidak bisa terbangun dari satu individu. Dakwah akan
berhasil secara berjamaah. Apa yang antum lakukan besar peluang untuk
menyebarkan nilai-nilai kebaikan. Oh ya, antum tau kenapa umat islam hari ini
malas berjamaah?”.
Saya;
“Kenapa ustaz?”.
Ustaz;
“Tujuannya hanya uang semata. Berjamaah untuk mencari keuntungan, (oportunis).
Inilah penyebab terjadinya perpecahan bisnis di kelompok umat Islam. Tapi jika
berjamaah atas landasan keinginan memberi (berkontribusi), apalagi tujuan utama
adalah DAKWAH. InsyAllah semakin membesar pengaruh dan keberhasilannya”.
Kemudian
ketua pengurus Jamaah menberi contoh ke saya.
Ketua
Pengurus; “Mas Rahmad, kue ini saya yang buat. Modal untuk bahan-bahannya dari
saya. Ini di jual di perumahan dan kepada jamaah. Sebenarnya saya bisa
melakukan sendiri. Apalagi Jamaahnya juga ada. Tapi itu tidak akan berkah.
Hanya untung sendiri. Jadi, saya ajak ibu-ibu pengajian—terutama yang
janda—manjalankan bisnis ini bersama-sama. Alhamduillah membantu menambah
pemasukan buat anak-anak mereka. Kalau saya sendiri sudah pasti”.
Ustaz;
“Ya, kalau bisa antum segera berjamaah”.
Ayo kita
berjamaah.
Bogor, 16
Desember 2016