Berikut cuplikan percakapan dua orang mengenai REALITA.
AB : Siapa pembicara terbaik di Indonesia?
CD : Siapa menurut kamu yang terbaik?
AB : Menurut saya? Kalau menurut saya, is 'X' yang berbaik.
CD : Oke, kalau begitu, dialah yang terbaik di Indonesia.
AB : Lho, kok patokan saya yang jadi dasarnya?
CD : Ya, sebab itulah REALITA kamu.
AB : Maksudnya? Bukankah REALITA kita semua sama?
CD : Apakah menurut kamu orang lain mungkin MEMILIH orang yang berbeda sebagai yang terbaik?
AB : Tentu saja mungkin.
CD : Ya, itulah REALITA orang itu.
AB : Saya bingung. Berarti ada banyak REALITA?
CD : REALITA di dunia eksternal dan dunia INTERNAL tidak sama. PERSEPSI adalah REALITA di dunis INTERNAL kita. Apapun yang kita PERSEPSI-kan itu yang kita anggap sebagai REALITA Kita. Karena itu, jadilah itu sebagai REALITA Kita. Walau hanya di dunia INTERNAL, orang yang tidak memahami konsep berpikir seperti NLP akan menganggapnya juga sebagai REALITA eksternal. Dan karena itu yang mereka anggap sebagai REALITA eksternal, mereka juga akan memaksakanya ke orang lain untuk diakui sebagai REALITA. Padahal orang lain juga punya REALITA internalnya masing-masing.
AB : Kalau begitu saya boleh menganggap atau mengklaim saya sebagai yang terbaik di bidang saya dong?
CD : Boleh saja, karena memang menurut kamu. Saya dan orang lain tidak perlu setuju dengan itu, karena bisa saja menurut REALITA kami berbeda.
AB : Lalu, bagaimana dengan orang yang mengklaim diri sebagai nomor satu di bidang tertentu di Indonesia?
CD : Itu REALITA-nya sendiri atau REALITA orang-orang yang mengklaimnya. Apakah kamu pernah merasa voting memilihnya menjadi nomor satu?
AB : Tidak juga. Belum tentu.
CD : Apakah saat ada orang atau produk yang mengaku nomor satu di sebuah bidang, kamu juga otomatis mengakuinya juga sebagai nomor satu?
AB : Tentu tidak. Tergantung kalau saya setuju dengan itu atau tidak. Mungkin saya setuju kalau saya akui benar, tapi saya juga bisa punya nomor satu yang lain.
CD : Yang berarti bahwa itu tergantung apakah PERSEPSI atau yang kamu anggap REALITA itu sama dengan PERSEPSI mereka atau yang mereka anggap sebagai REALITA, bukan?
AB : Ya, seperti itu lah. Lalu REALITA siapa yang jadi pegangan kalau kita harus MEMILIH?
CD : Apakah ada REALITA yang bisa kamu jadikan pegangan?
AB : Saya tidak tahu. Bagaimana saya MEMILIH?
CD : Kamu mau menggunakan standard PERSEPSI sendiri apa ada kelompok yang standardnya kamu bisa terima dan setuju?
AB : Bisa keduanya.
CD : Make up your mind untuk yang ini. PILIH salah satu.
AB : OK. Bagaimana kalau saya MEMILIH ikut standard PILIHAN sebuah kelompok?
CD : Sederhana kalau begitu. Itulah pula REALITA kamu.
AB : Darimana saya tahu ini PILIHAN BENAR atau SALAH?
CD : Bagaimana kamu MEMILIH standard kelompok itu? Apakah karena kamu anggap SALAH atau BENAR?
AB : Tentu saja saya anggap BENAR.
CD : Kalau begitu apakah jadi soal pandangan saya mengenai apakah itu BENAR atau SALAH, karena kamu sudah memutuskan menganggapnya BENAR?
AB : Dalam hal lain, kalau begitu apa dasar BENAR dan SALAH dari REALITA saya atau orang lain?
CD : Evaluasi berdasarkan KONTEKS dan EKOLOGI. BENAR atau SALAH tergantung dari dalam kasus mana, menurut siapa, berdasarkan standard kelompok mana, dari sudut pandang mana, berdasarkan nilai-nilai yang mana, dan lain-lain. Ini soal MODEL DUNIA orang yang berpendapat. Sesuatu yang dianggap BENAR di sebuah kelompok atau tatanan, bisa dianggap SALAH oleh kelompok lain. Sesuatu yang dianggap SALAH di sebuah situasi, bisa dianggap BENAR di kasus lain. Tergantung KONTEKS.
AB : Lalu, yang mana yang paling BENAR atau SALAH?
CD : Kembali lagi, tergantung KONTEKS. Dalam tatanan beragama dan percaya pada YME, maka kita sebagai manusia hanya bisa berusaha melakukan yang BENAR menurut agama kita, misalnya. Standard BENAR tentu akan mengacu pada nilai agama kita. Ini juga berarti kita menganut standard kelompok atau agama kita. Dan evaluasi pula dari sisi EKOLOGI. Evaluasi efeknya terhadap sistem lain, apakah bermanfaat atau malah merugikan sistem lain, apakah merusak keseimbangan tertentu, apakah menguntungkan atau merugikan orang lain, apakah menghancurkan sistem RAPPORT tertentu, dan lain-lain.
Presuposisi NLP
"Setiap orang mempunyai MODEL DUNIA sendiri-sendiri yang unik"
Setiap mempunyai HAK untuk mem-PERSEPSI-kan dunia menurut model masing-masing. Dan dalam mengevaluasinya, kita melihatnya dan merasakannya dari sisi KONTEKS dan EKOLOGI.
Have a positive day!
Hingdranata Nikolay, MNLP, CHt